JENIS
PENDIDIKAN KHUSUS UNTUK ANAK BERKEBUTUHAN KHUSUS
SLB A : TUNA NETRA
ALAT
PENDIDIKAN
1.
Bagi Tunanetra
Tunanetra adalah seseorang yang memiliki hambatan dalam
penglihatan/tidak berfungsinya indera penglihatan baik sebagian maupun
keseluruhan. Alat pendidikan bagi tunanetra dapat dibagi menjadi tiga bagian
yaitu alat pendidikan khusus, alat bantu dan alat peraga.
a.
Alat pendidikan khusus anak tunanetra antara lain:
1) reglet dan pena,
2) mesin tik Braille,
3) computer dengan program Braille,
4) printer Braille,
5) abacus,
6) calculator bicara,
7) kertas braille,
8) penggaris Braille,
9) kompas bicara.
b.
Alat Bantu
Alat
bantu pendidikan bagi anak tunanetra sebaiknya menggunakan materi perabaan dan
pendengaran.
- Alat bantu perabaan sebagai sumber belajar
menggunakan buku-buku dengan huruf Braille.
- Alat bantu pendengaran sebagai sumber
belajar diantaranya talking books (buku bicara), kaset (suara binatang),
CD, kamus bicara
c.
Alat Peraga.
Alat
peraga tactual atau audio yaitu alat peraga yang dapat diamati melalui perabaan
atau pendengaran. Alat peraga tersebut antara lain:
- benda asli : makanan, minuman, binatang
peliharaan (kucing, ayam, ikan hias, dll) tubuh anak itu sendiri,
tumbuhan/tanaman, elektronik, kaset, dll.
- benda asli yang diawetkan : binatang
liar/buas atau yang sulit di dapatkan,
- benda asli yang dikeringkan (herbarium,
insektarium)
- benda/model tiruan; model kerangka
manusia, model alat pernafasan, dll.
- gambar timbul sesuai dengan bentuk asli;
grafik, diagram dll.
- Gambar timbul skematik; rangkaian listrik,
denah, dll.
- Peta timbul; provinsi, pulau, negara,
daratan, benua, dll.
- Globe timbul
- Papan baca
- Papan paku
2.
Bagi Low Vision
Alat
bantu pendidikan dan peraga bagi anak low vision dibagi tiga yaitu alat bantu
optik dan non optik serta alat peraga.
a.
Alat bantu optik antara lain:
1) kacamata
2) kacamata perbesaran
3) syand magnifier
4) hand magnifier
5) kombinasi
6) telescop
7) CCTV
b.
Alat bantu non optik antara lain:
1) kertas bergaris tebal
2) spidol
3) spidol hitam
4) pensil hitam tebal
5) buku-buku dengan huruf yang diperbesar
6) penyangga buku
7) lampu meja
8) typoscope
9) tape recorder
10) bingkai untuk menulis
c.
Alat peraga bagi anak low vision:
Alat peraga bagi anak low
vision adalah alat peraga visual, antara lain:
- gambar-gambar yang diperbesar.
- benda asli; makanan, minuman, binatang
peliharaan (kucing, ayam, ikan hias, dll) tubuh anak itu sendiri,
tumbuhan/tanaman, elektronik, kaset, dll.
- benda asli yang diawetkan; binatang
liar/buas atau yang sulit di dapatkan,
- benda asli yang dikeringkan (herbarium,
insektarium)
- benda/model tiruan; model kerangka
manusia, model alat pernafasan.
TENAGA
KEPENDIDIKAN
Tenaga kependidikan yang
dibutuhkan antara lain:
1.
Guru dengan kualifikasi:
- SGPLB (Sekolah Guru Pendidikan Luar Biasa)
- Sarjana (S-1) PLB
- Pasca Sarjana (S-2) PLB
- Sarjana (S-1) bukan PLB tetapi memiliki
latar belakang keahlian tertentu/khusus yang dibutuhkan anak tunanetra,
seperti; Pendidikan Agama, Musik, Massage, dll.
- Guru sekolah umum yang diberi training
minimal 6 bulan
2. Psikolog
Psikolog diperlukan untuk mengetahui sejauh mana kemampuan
intelegensi anak tunanetra. Disamping itu membantu guru dalam assessment.
Tujuan assessment adalah untuk mengetahui sejauhmana potensi dan
kekurangan/hambatan yang dimiliki anak tunanetra, sehingga dapat diketahui apa
kebutuhan anak tunanetra dalam proses pembelajaran.
3. Dokter mata
Rekomendasi dari dokter mata sangatlah diperlukan bagi lembaga
penyelenggara pendidikan tunanetra. Seorang dokter mata memiliki kewenangan
untuk menentukan bahwa seseorang memiliki hambatan dalam penglihatan.
4.
Optometris
Kemampuan
penglihatan anak tunanetra dapat dikatehui salah satunya dari hasil assessment
klinis yang dilakukan oleh seorang optometris. Kondisi anak tunanetra dapat
diketahui melalui laporan hasil assessment, misalnya:
a. Ketajaman penglihatan
b. lapang pandang
c. kebutuhan media baca tulis
d. alat bantu yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan anak
e. alat peraga yang dibutuhkan
f. penempatan di dalam kelas
LAYANAN PENDIDIKAN
1.
Jenjang Pendidikan
Jenjang pendidikan bagi anak
tunanetra terdiri dari:
a.
Taman Kanak-kanak Luar Biasa (TKLB)
- Program Kegiatan Belajar:(a) Program umum: pembentukan perilaku melalui pengembangan Pancasila, agama, disiplin, perasaan/emosi dan kemampuan bermasyarakat, serta pengembangan kemampuan berbahasa, daya pikir, daya cipta, keterampilan dan jasmani.(b) Program khusus: Orientasi dan Mobilitas.
- Susunan Program Pengajaran:• Kegiatan belajar 3 jam perhari. Setiap jam pelajaran lamanya 30 menit.
- Lama Pendidikan: berlangsung selama satu
sampai tiga tahun
- Usia: sekurang-kurangnya berusia 3 tahun
- Rasio guru dan murid: 1 guru membimbing 5
peserta didik.
- Sistem guru:(a) Guru kelas, kecuali untuk bidang pengembangan Orientasi dan Mobilitas.(b) Team teaching
b.
Sekolah Dasar Luar Biasa (SDLB)
1)
Kurikulum:
- Program Umum: pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Kerajian Tangan dan Kesenian,
pendidikan Jasmani dan Kesehatan.
- Program Khusus: Orientasi dan Mobilitas,
dan Braille
- Program Muatan Lokal antara lain: bahasa
Daerah, bahasa Inggris, Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan
oleh Dinas Pendidikan Daerah setempat.
2)
Susunan Program Pengajaran:
Kegiatan
belajar sekurang-kurangnya 30 sampai 42 jam pelajaran tiap minggu. Untuk kelas
I dan II setiap jam pelajaran lamanya 30 menit, kelas III sampai dengan VI
setiap jam pelajaran lamanya 40 menit.
3) Lama Pendidikan: berlangsung selama sekurang-kurangnya 6 tahun.
4) Usia: sekurang-kurangnya berusia 6 tahun
5) Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
6) Sistem guru:
(a) Guru kelas, kecuali untuk mata pelajaran Orientasi dan Mobilitas,
pendidikan Agama, pendidikan jasmani dan Kesehatan.
(b) Team teaching
(c) Mengembangkan program pendidkan individual bagi siswa tunanetra yang
membutuhkan layanan tertentu.
c.
Sekolah Menengah Pertama Luar Biasa (SMPLB)
1)
Kurikulum:
- Program Umum: pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, pendidikan Jasmani dan
Kesehatann bahasa Inggris.
- Program Khusus: Orientasi dan Mobilitas,
dan Braille.
- Program Muatan Lokal: bahasa Daerah,
Kesenian Daerah atau lainnya yang telah ditetapkan oleh Dinas Pendidikan
Daerah setempat.
- Program Pilihan: paket keterampilan
Rekayasa, Pertanian, Usaha dan Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan Kesenian.
2)
Susunan Program Pengajaran: Kegiatan belajar sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran tiap minggu.
Setiap jam pelajaran lamanya 45 menit. Alokasi waktu program umum, program
khusus dan muatan lokal kurang lebih 48%, sedangkan alokasi waktu program
pilihan kurang lebih 52%.
3)
Lama Pendidikan:
berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 tahun.
4)
Siswa: telah tamat Sekolah Dasar Luar Biasa atau
satuan pendidikan yang
sederajat/setara.
5) Rasio guru dan murid: 1 guru mengajar maksimal 12 siswa.
6)
Sistem guru: Guru mata pelajaran
d.
Sekolah Menengah Luar Biasa (SMLB)
1)
Kurikulum:
- Program Umum: pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan, pendidikan Agama, Bahasa Indonesia, Matematika, Ilmu
Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, pendidikan Jasmani dan
Kesehatan Bahasa Inggris.
- Program Khusus: Braille
- Program Pilihan: paket keterampilan
Rekayasa, Pertanian, Usaha dan Perkantoran, Kerumahtanggaan, dan Kesenian.
2)
Susunan Program Pengajaran:
Kegiatan
belajar sekurang-kurangnya 42 jam pelajaran tiap minggu. Setiap jam pelajaran
lamanya 45 menit.
Alokasi waktu program umum kurang lebih 38%, sedangkan alokasi waktu program
plihan kurang lebih 62%.
3)
Lama Pendidikan:
berlangsung selama sekurang-kurangnya 3 tahun.
4)
Siswa: telah tamat Sekolah Menengah Pertama atau
yang sederajat/setara.
5) Rasio guru dan murid: 1
guru mengajar maksimal 12 siswa.
6)
Sistem guru: Guru mata pelajaran
3.
Model Pendidikan
a.
Pendidikan Khusus (SLB)
SLB
adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program pendidikan bagi anak
berkebutuhan khusus.
1) Sekolah Luar Biasa (SLB) Tunanetra; yaitu sekolah yang hanya memberikan pelayanan
pendidikan kepada anak tunanetra.
2) Sekolah Dasar Luar Biasa; yaitu sekolah yang menyelenggarakan pendidikan
khusus, dengan bermacam jenis kelainan yaitu tunanetra, tunarungu, tunagrahita,
dan tunadaksa.
b.
Pendidikan Terpadu
Pendidikan
Terpadu ialah model penyelenggaraan program pendidikan bagi anak yang
berkebutuhan khusus yang diselenggarakan bersama-sama dengan anak normal dalam
satuan pendidikan yang bersangkutan di sekolah reguler (SD,SMP, SMA dan SMK)
dengan menggunakan kurikulum yang berlaku di lembaga pendidikan yang
bersangkutan (Kepmendikbud No. 002/U/1986).
Dalam pendidikan terpadu
harus disiapkan:
1) Seorang guru Pembimbing
Khusus (Guru PLB)
2) Sebuah ruangan khusus yang dilengkapi dengan alat pendidikan bagi anak yang
berkebutuhan khusus . Ruangan khusus ini dibuat dengan tujuan apabila anak yang
berkebutuhan khusus tersebut mengalami kesulitan di dalam kelas, maka ia dibawa
ke ruang khusus untuk diberi pelayanan dan bimbingan oleh guru Pembimbing
Khusus. Bimbingan ini dapat berupa:
(a) bantuan untuk lebih
memahami dan menguasai materi pelajaran, dengan menggunakan alat bantu atau
alat peraga,
(b) pengayaan agar ketika anak belajar di kelas bersama anak lainnya anak
tunanetra sudah siap menerima materi pelajaran,
(c) rehabilitasi sosial bagi anak berkebutuhan khusus yang mengalami kesulitan
dalam bergaul dengan teman sebayanya.
c.
Guru Kunjung
Di dalam
sistem Pendidikan Luar Biasa terdapat sebuah model pelayanan pendidikan bagi
anak yang berkebutuhan khusus yaitu dengan model Guru Kunjung.
Model guru kunjung ini dilakukan dalam upaya pemerataan pendidikan bagi anak
yang berkebutuhan khusus usia sekolah. Oleh karena sesuatu hal, anak tsb tidak
dapat belajar di sekolah khusus atau sekolah lainnya, seperti:
1) Tempat tinggal yang sulit
dijangkau akibat dari kemampuan mobilitas yang terbatas
2) Jarak sekolah dan rumah terlalu jauh
3) Kondisi anak tunanetra yang tidak memungkinkan untuk berjalan.
4) Menderita penyakit yang berkepanjangan
5) Dll.
Pelayanan pendidikan dengan
model guru kunjung ini bisa dilaksanakan di beberapa tempat, diantaranya;
1) Rumah anak tunanetra
sendiri
2) Pada sebuah tempat yang dapat menampung beberapa anak tunanetra
3) Rumah sakit
4) Dll.
Kurikulum
yang digunakan pada model guru kunjung adalah kurikulum PLB, kemudian
dikembangkan kepada program pendidikan individual yang disesuaikan dengan
kemampuan dan kebutuhan masing-masing anak.
d.
Pendidikan Inklusif
Pendidikan
inklusif adalah pendidikan reguler yang disesuaikan dengan kebutuhan siswa yang
memerlukan pendidikan khusus pada sekolah reguler dalam satu kesatuan yang
sistemik.
Berdasarkan
Keputusan Mendikbud No. 0491/U/1992, anak-anak yang memiliki kebutuhan khusus
seperti tunanetra dapat belajar secara terpadu dengan anak sebaya lainnya dalam
satu sistem pendidikan yang sama. Layanan pendidikan di dalam pendidikan
inklusif memperhatikan:
- Kebutuhan dan kemampuan siswa
- Satu sekolah untuk semua
- Tempat pembelajaran yang sama bagi semua
siswa
- Pembelajaran didasarkan kepada hasil
assessment
- Tersedianya aksesibilitas yang sesuai
dengan kebutuhan siswa, sehingga siswa merasa aman dan nyaman.
- Lingkungan kelas yang disesuaikan dengan kebutuhan siswaKurikulum yang digunakan adalah kurikulum yang fleksibel, yang disesuaikan dengan kemampuan dan kebutuhan setiap siswa.
Dari program
kegiatan yang telah dijelaskan di atas sesuai dengan tingkatannya, masih ada
program kegiatan belajar yang belum dijalankan karena mungkin ada beberapa
faktor yang mempengaruhi seperti :
·
Kurangnya dana pemerintahan sekolah
·
Minimnya peralatan sekolah
·
Kurangnya tenaga pengajar yang berpengalam dll
SLB B (TUNA RUNGU)
Tunarungu adalah sebuah istilah yang
merujuk pada kondisi ketidak fungsian organ pendengaran atau telinga seseorang.
Anak-nak dalam kondisi ini mengalami hambatan atau keterbatasan dalam merespon
bunyi-bunyi yang ada disekitarnya. Tunarungu terdiri atas beberapa tingkatan
kemampuan mendengar, yang umum dan khusus. Ada beberapa klasifikasi anak
tunarungu, yaitu:
1.
Klasifikasi umum
· Tuli (The
deaf), yaitu penyandang tunarungu berat dan sangat berat dengan tingkat
ketulian di atas 90 dB.
· Kurang dengar
(Hard of Hearing), yaitu penyandang tunarungu ringan atau sedang, dengan
derajat ketulian 20-90 dB.
2.
Klasifikasi Khusus
· Tunarungu ringan, yaitu penyandang tunarungu yang
mengalami tingkat ketulian 25-45 dB. Yaitu anak yang mengalami ketunarunguan
taraf ringan, dimana anak dalam tahap ini mengalami kesulitan untuk merespon
suara-suara yang datangnya agak jauh. Pada kondisi yang demikian, seorang anak
secara pedagogis sudah memerlukan perhatian khusus dalam belajarnya di sekolah,
misalnya dengan menempatkan tempat duduk dibagian depan, dekat dengan guru.
· Tunarungu sedang, yaitu penyandang tunarungu yang
mengalami tingkat ketulian 46-70 dB. Yaitu anak yang mengalami ketunarunguan
taraf sedang, dimana anak dalam tahap ini hanya dapat mengerti percakapan pada
jarak 3-5 feet secara
berhadapan, tetapi tidak dapat mengikuti diskusi-diskusi di kelas. Untuk anak
yang mengalami ketunarunguan taraf ini memerlukan adanya alat bantu dengar (hearing aid, dan memerlukan
pembinaan komunikasi, persepsi bunyi dan irama.
· Tunarungu berat, yaitu penyandang tunarungu yang
mengalami tingkat ketulian 71-90 dB. Dimana anak dalam tahap ini mengalami
ketunarunguan taraf berat, hanya dapat merespon bunyi-bunyi dalam jarak yang
sangat dekat dan diperkeras. Siswa dengan katagori ini juga memerlukan alat
bantu dengar dalam mengikuti pendidikannya di sekolah. Siswa juga sangat
memerlukan adanya pembinaan atau latihan-latihan komunikasi dan pengembangan
bicaranya.
Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB keatas. Pada taraf ini, mungkin seseorang sudah tidak dapat merespon suara sama sekali, tetapi mungkin masih bisa merespon melalui getaran-getaran suara yang ada. Untuk kegiatan pendidikan dan aktivitas lainnya, penyandang tunarungu katagori ini lebih mengandalkan kemampual visual atau penglihatannya.
Tunarungu sangat berat (profound), yaitu penyandang tunarungu yang mengalami tingkat ketulian 90 dB keatas. Pada taraf ini, mungkin seseorang sudah tidak dapat merespon suara sama sekali, tetapi mungkin masih bisa merespon melalui getaran-getaran suara yang ada. Untuk kegiatan pendidikan dan aktivitas lainnya, penyandang tunarungu katagori ini lebih mengandalkan kemampual visual atau penglihatannya.
Lingkup
Pengembangan Program Pendidikan bagi individu Tunarungu
- TKLB/TKKh
Tunarungu Tingkat Rendah : ditekankan pada pengembangan kemampuan
senso-motorik, berbahasa dan kemampuan berkomunikasi khususnya berbicara
dan berbahasa.
- SDLB/SDKh
Tunarungu kelas tinggi ditekankan pada keterampilan senso-motorik,
keterampilan berkomunikasi kemudian pengembangan kemampuan dasar di bidang
akademik dan keterampilan sosial.
- SLTPLB/SMPKh
Tunarungu ditekankan pada peningkatan keterampilan berkomunikasi dan
keterampilan senso-motorik, keterampilan berkomunikasi dan keterampilan
mengaplikasikan kemampuan dasar di bidang akademik dalam pemecahan masalah
kehidupan sehari-hari, peningkatan keterampilan sosial dan dasar-dasar
keterampilan vokasional.
- SMLB/SMAKh
Tunarungu ditekankan pada pematangan keterampilan berkomunikasi,
keterampilan menerapkan kemampuan dasar di bidang akademik yang mengerucut
pada pengembangan kemampuan vokasional yang berguna sebagai pemenuhan
kebutuhan hidup, dengan tidak menutup kemungkinan mempersiapkan siswa
tunarungu melanjutkan pendidikannya kejenjang yang lebih tinggi.
Dalam pelaksanaan SLB sendiri juga diatur dalam
Landasan Yuridis.
Landasan Yuridis yang diterapkan pada SLB B sama
seperti sekolah pada umumnya yang mengacu pada perkembangan dan peningkatan
mutu pendidikan anak bangsa. Hak-hak yang dimiliki anak berkebutuhan khusus
berdasar pada landasan yuridis formal, meliputi:
a) UUD 1945 (Amandemen).
b) UU No. 20 Tahun 2002
tentang Sistem Pendidikan Nasional.
c) UU No. 4 tentang
Penyandang Cacat tahun 1997.
d) UU No. 23 tentang
Perlindungan Hak Anak tahun 2003.
e) PP No. 19 tentang
Standar Pendidikan Nasional tahun 2004.
f) Deklarasi
Bandung tahun 2004 “ Indonesia menuju Pendidikan Inklusi”
g) Deklarasi Salamanca,
dsb.
Tujuan
penyelenggaraan Layanan Pendidikan bagi Anak Tunarungu adalah sebagai berikut:
1. Tujuan Umum
Agar dapat mewujudkan penyelenggaraan pendidikan bagi
anak yang berkebutuhan khusus, khususnya bagi anak Tunarungu seoptimal mungkin
dan dapat melayani pendidikan bagi anak didik dengan segala kekurangan ataupun
kelainan yang diderita sehingga anak-anak tersebut dapat menerima keadaan
dirinya dan menyadari bahwa ketunaannya tidak menjadi hambatan untuk belajar
dan bekerja, memiliki sifat dasar sebagai warga negara yang baik, sehat jasmani
dan rohani, memiliki pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlakukan
untuk melanjutkan pelajaran, bekerja di masyarakat serta dapat menolong diri
sendiri dan mengembangan diri sesuai dengan azas pendidikan seumur hidup.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus Sekolah penyelengara pendidikan khusus (tunarungu) adalah:
- Turut
melaksanakan pemerataan dan perluasan kesempatan memperoleh pendidikan
bagi anak usia sekolah.
- Peningkatan
efisiensi dan efektifitas pendidikan bagi anak tunarungu di Indonesia.
- Penyelenggaraan
fasilitas pendidikan yang luwes dan relevan terhadap keperluan anak
tunarungu.
- Memiliki
pengetahuan, kesadaran pengalaman dan keterampilan tentang isi
bidang-bidang studi yang tercantum dalam kurikulum yang resmi.
- Mengarahkan
dan membina anak Tunarungu agar dapat menyesuaikan diri terhadap
lingkungan sekitarnya.
- Membantu
dan membina anak Tunarungu agar memiliki keterampilan, keahlian,
kejujuran, ataupun sumber pemnghasilan yangh sesuai denan jenis dan
tingkat ketunaan yang disandangnya.
a. Karakteristik
Faktor edukasi harus menjadi titik tolak perencanaan
bentuk sekolah harus diciptakan dalam hubungan yang harmonis dengan tujuan
yaitu untuk mengembangkan potensi anak tuna rungu semaksimal mungkin termasuk
didalamnya beberapa persyaratan paedagogis yang bersifat umum dan khusus antara
lain:
- Suasana
yang tentram
- Tanah
yang disediakan selain untuk membangun juga cocok bagi latihan berkebun,
beternak dan sebagainya.
- Adanya
fasilitas air, listrik yang dapat menjadi penunjang sarana pendidikan.
Tata Letak Ruang
1. Ruang-ruang di sekolah
- Ruang kelas biasa.
Bangunan dan ruang kelas untuk anak tunarungu dan anak normal pada umumnya
tidak berbeda dengan sekolah umum yaitu bangunan harus kokoh, udara harus
cukup untuk anak dan selalu segar karena ventilasi yang sempurna, dinding
dan lantai harus kering tidak boleh lembab, penerangan harus cukup dan
cahaya dari luar hendaknya datang dari sebelah kiri anak. Persyaratan
mengenai papan tulis dan bentuk bangku yang tidak membahayakan kesehatan
anak.
- Ruang latihan bicara
dan ruang audiometri sebaiknya agar tidak terganggu oleh anak-anak
lain, pelajaran latihan bicara diberikan dalam suatu ruang khusus, cukup
untuk 1 guru 2 anak dan alat-alat yang diperlukan. Jika ruangan latihan
bicara sekaligus dipakai untuk latihan mendengar dengan menggunakan alat
pembantu dengar, sebaiknya dinding ruang diberi atau berlapis dengan
semacam gabus peredap suara.
- Ruang Audiometri. Ruang
untuk keperluan meneliti dan mengukur (sisa) pendengaran dengan audimeter,
merupakan ruang khusus yang letaknya sejauh mungkin dari sumber kegaduhan.
Ruang itu dibuat kedap suara; sedemikian sehingga seberapa boleh tidak ada
suara dapat masuk. Dinding dibagian dalam sebaiknya terdiri atau dilapisi
bahan peredap suara.
3. Sarana Pendidikan
a. Alat Pendidikan
Khusus
Berhubung dengan ketulian yang dideritanya, maka
sangat diperlukan alat-alat bantu khusus meningkatkan potensinya, yang masih
dapat diperbaiki dan dikembangkan terutama masalah komunikasi baik dengan
menggunakan bahasa lisan maupun tulisan.
Kebutuhan minimal alat kebutuhan khusus di Sekolah Luar Biasa untuk
anak-anak tunarungu antara lain:
1) Audiometer
Yaitu alat penelitian yang dapat mengukur segala aspek dari pendengaran
seseorang. Dengan audiometer dapat dibuat sebuah audigram yang dapat
memberitahukan angka dari sisa pendengaran anak.
2) Alat bantu mendengar
(hearing aid)
Dengan mempergunakan alat bantu dengar (hearing aid)
perorangan dan alat bantu dengan (group hearing aid) kelompok, anak-anak
tunarungu diberikan latihan mendengar. Latihan-latihan tersebut dapat diberikan
secara individual atau secara kelompok.
3) Cermin
Untuk memberikan cantoh-contoh ucapan dengan
artikulasi yang baik diperlukan sebuah cermin. Dengan bantuan cermin kita dapat
menyadarkan anak terhadap posisi bicara yang kurang tepat. Dengan bantuan
cermin kita dapat mengucapkan beberapa contoh konsonan, vokal dan kata-kata
atau kalimat dengan baik.
3) Alat bantu wicara
(speech trainer)
Speech trainer ialah sebuah alat elektronik terdiri
dari amplifaer, head phone dan mickrophone. Gunanya untuk memberikan latihan
bicara individual. Bagi yang masih mempunyai sisa pendengaran cukup banyak akan
sangat membantu pembentukan ucapannya. Bagi yang sisa pendengarannya sedikit
akan membantu dalam pembentukan suara dan irama.
b. Alat Peraga
Untuk memperkaya perbendaharaan bahasa anak hendaknya
jangan dilupakan alat-alat peraga yang meningkatkan kemampuan nya dalam
mengenali hal .
Kurikulum Pendidikan Khusus Anak Tunarungu
Berdasarkan karakteristik anak tunarungu, khususnya
miskinnya bahasa yang disebabkan karena ketunarunguannya yang berakibat ia
tidak mengalami masa pemerolehan bahasa seperti halnya anak dengar lainnya,
maka dalam pengembangan kurikulum untuk anak tunarungu harus dilandasi pada
kompetensi berbahasa dan komunikasi yang selanjutnya dapat diimplementasikan
dalam pengajaran bahasa yang menggunakan pendekatan percakapan. Disinilah
nampak metode ini sejalan dengan konsep Language Across the Curricullum atau
kurikulum lintas bahasa, yang memiliki filosofi bahwa tujuan kurikulum akan
dapat dicapai dahulu jika didahului dengan keterampilan dan penguasaan bahasa
yang tinggi.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa dari Language
Across the Curricullum itu adalah sebuah metode pembelajaran yang senantiasa
disajikan melalui konteks kebahasaan melalui percakapan, yang tahapannya dari
mulai penguasaan bahasa, aturan bahasa, hingga ke pengetahuan umum.Untuk itu
perlu dikembangkan satu model kurikulum bagi anak dengan gangguan pendengaran
yang berbasiskan Kompetensi Berbahasa dan Komunikasi untuk menuju kecakapan
hidup.
Kurikulum yang berlaku di pendidikan khusus untuk anak
tunarungu masih menggunakan Kurikulum 1994, sedangkan wacana yang berkembang
sekarang ini kurikulum yang berbasis kompetensi sehingga mengarah pada skill
dan keterampilan masing-masing peserta didik sesuai dengan kekhususannya.
Secara proporsional kurikulum pada SMPKh menitikberatkan pada program
keterampilan 42% dan SMAKh menitikberatkan pada program keterampilan 62%.
Pelaksanaannya di lapangan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan di mana
sekolah tersebut berada dan hal ini pun masih harus disesuaikan dengan
keberadaan situasi dan kondisi lingkungan daerah masing-masing. Sebagai contoh:
Sekolah yang berada di lingkungan pantai, maka
kurikulum muatan lokalnya antara lain pengolahan hasil laut, atau keterampilan
yang menunjang perangkat nelayan, misalnya merajut jaring, jala dan sebagainya;
- Sedangkan
untuk sekolah yang berada pada daerah pegunungan atau dataran rendah dapat
menerapkan keterampilan pertanian, perikanan darat, keterampilan menganyam
dan sebagainya.
- Sekolah yang berada di perkotaan dapat menerapkan keterampilan otomotif, percetakan,sablon,mengukir,membatik.Kurikulum Sekolah Luar Biasa 1994 yang memuat tentang Landasan Program danPengembangan; Garis-garis Besar Program Pengajaran (GBPP); Tentang Pedoman Pelaksanakan, sedangkan Kurikulum yang telah diberlakukan pada tahun 2003 adalah Kurikulum Berbasis Kompetensi (KBK), yang mencakup satuan pendidikan TKLB, SDLB, SLTPLB, dan SMLB memberikan kesempatan bagi anak-anak berkebutuhan khusus untuk mengembangkan kompetensinya seoptimal dan setinggi mungkin dan untuk mendapatkan pekerjaan yang berguna agar dapat hidup mandiri di masyarakat dan dapat bersaing di era global. Kurikulum ini memungkinkan siswa dapat belajar atau mempelajari sesuai dengan bakat dan minat serta program keterampilan yang ditawarkan pada lembaga pendidikan khusus, dengan komposisi perbandingan antara teori dan praktik cukup proporsional.
SLB C (TUNA
GRAHITA)
Tuna Grahita adalah keterbatasan
substansial dalam memfungsikan diri. Keterbatasan ini ditandai dengan terbatasnya
kemampuan fungsi kecerdasan yang terletak dibawah rata-rata (IQ 70 atau
kurang). Disebut Tuna Grahita bila manifestasinya terjadi pada usia dibawah 18
tahun.
Berdasarkan klasifikasi AAMR, maka Tuna Grahita ini
bisa di golongkan sebagai berikut.:
1.1 Golongan Tuna Grahita yang ringan yaitu mereka yang
masih bisa dididik
Pada masa dewasanya kelak, usia
mental yang bisa mereka capai setara dengan anak usia 8 tahun hingga usia 10
tahun 9 bulan.Dengan rentang IQ antara
55 hingga 69. Pada usia 1 hingga 5 tahun, mereka sulit dibedakan dari anak-anak
normal, sp ketika mereka menjadi besar.
Biasanya mampu mengembangkan ketrampilan komunikasi dan mampu mengembangkan
ketrampilan sosial. Kadang-kadang pada usia dibawah 5 tahun mereka menunjukkan
sedikit kesulitan sensorimotor. Pada usia 6 hingga 21 tahun, mereka masih bisa
mempelajari ketrampilan-ketrampilan akademik hingga kelas 6 SD pada akhir usia
remaja,pada umumnya sulit mengikuti pendidikan lanjutan,memerlukan pendidikan
khusus.
1.2 Tuna Grahita golongan moderate,masih bisa dilatih
(mampu latih).
Kecerdasannya terletak sekitar 40
hingga 51, pada usia dewasa usia mentalnya setara anak usia 5 tahun 7 bulan
hingga 8 tahun 2 bulan.Biasanya antara usia 1 hingga usia 5 tahun mereka bisa berbicara
atau bisa belajar berkomunikasi, memiliki kesadaran sosial yang buruk, perkembangan motor yang tidak terlalu baik, bisa diajari untuk merawat diri sendiri, dan
bisa
mengelola dirinya dengan super vivi dari orang dewasa.
Pada akhir usia remaja dia bisa menyelesaikan pendidikan hingga setara kelas 4
SD bila diajarkan secara khusus.
1.3 Tuna Grahita yang tergolong
parah, atau yang sering disebut sebagai Tuna Grahita yang mampu latih tapi
tergantung pada orang lain.
Rentang IQnya terletak antara 25
hingga 39. Pada masa dewasanya dia
memiliki usia mental setara anak usia 3 tahun 2 bulan hingga 5 tahun 6 bulan. Biasanya
perkembangan motoriknya buruk, bicaranya amat minim, biasanya sulit dilatih agar bisa merawat diri sendiri
(harus dibantu),s eringkali tidak memiliki ketrampilan berkomunikasi.
Media
Serta Asas Pembelajaran Bagi Anak Tunagrahita
Alat Bantu
pelajaran penting diperhatikan dalam mengajar anak tunagrahita. Hal ini
disebabkan anak tunagrahita kurang mampu berfikir abstrak, mereka membtutuhkan
hal-hal kongkrit. Agar terjadinya tanggapan tentang obyek yang dipelajari, maka
dibutuhkan alat pelajaran yang memadai.
karakteristik
alat Bantu pelajaran untuk anak tunagrahita antara lain.
1.
Warna. Tidak terlalu menyolok
2.
Garis dan bentuk tidak boleh abstrak
Hal yang
penting adalah dalam menciptakan atau memilih alat bantu atau media
pembelajaran ini harus diingat tentang hal-hal yang perlu ditonjolkan atau yang
akan menjadi pusat / pokok pembicaraan. Anak tuna grahita akan mengalami kesulitan apabila dihadapkan dengan obyek yang
kurang jelas tanpa tekanan tertentu.
Jadi dalam
memilih media pembelajaran bagi anak tunagrahita, harus benar-benar selektif
dan mengarah pada hal yang abstrak, serta disesuaikan dengan karakteristik dan
kemampuan yang ada pada masing-masing anak.
Media
pembelajaran merupakan suatu elemen penting yang tidak dapat
terpisahkan dari proses pembelajaran secara keseluruhan dan dapat lebih
meningkatkan kualitas belajar siswa, kualitas mengajar guru, di samping itu
dapat meningkatkan kualitas proses dan hasil pembelajaran baik di sekolah umum
maupun di SLB termasuk bagi anak-anak tunagrahita.
Untuk itu sudah
sewajarnya bila dalam proses pembelajaran media pembelajaran harus benar-benar
direncanakan dan digunakan dengan sebaik-baiknya oleh setiap guru.
Tingkat imajinasi pada tiap anak
pasti berbeda. Ada yang berada pada titik biasa hingga luar biasa. Tak ubahnya
TG, pengembangan imajinasi mereka harus tetap terarah.
Mengembangkan imajinasi anak TG
dapat dilakukan dengan jenis permainan seperti drama. Menggambar bebas pun
dapat menjadi salah satu alternatif. Contoh lain adalah membentuk pasir dan
tanah liat.
Intinya, permainan yang akan
diterapkan harus diserahkan sepenuhnya pada si anak. Biarkan imajinasi si anak
yang membawa permainan dari awal hingga akhir. Contoh yang paling mudah
dilakukan sendiri adalah menggambar bebas. Setiap anak pasti memiliki deskripsi
tertulis tentang apa yang menjadi pikiran dan perasaan mereka.
Alat yang digunakan dalam menggambar bebas tentu
sangat sederhana dan mudah didapat. Cukup sediakan kertas polos kosong (buku
gambar) dapat pula menggunakan kanvas. Sebagai pewarna, gunakan cat air, cat
minyak, atau alat mewarna lainya. Tak perlu mahal, yang terpenting adalah
proses awal dan akhir.
Pelaksanaannya mudah, langkah awal
adalah memberikan pengertian kepada si anak apa yang akan dilakukan dengan alat
menggambar tersebut. Menanyakan apa kegemaran atau apa yang telah dilakukan si
anak pun dapat menjadi awal untuk si anak mendeskripsikan dalam bentuk gambar.
Biarkan si anak memenuhi media
kosong tersebut. Tetap dampingi, jika memungkinkan temani si anak menggambar
dengan media terpisah. Sembari menggambar, lakukan dialog. Misalnya kenapa buah
jerukmu warnanya merah bukan kuning, atau lihat gambar ibu mirip sepatu ayah ya
.
Asas pengajaran yang di terapkan
kepada siswa Tuna Grahita adalah sebagai berikut:
1. Asas
keperagaan
Karena anak tuna grahita sangat
lambat daya tangkapnya maka penggunaan alat bantu mengajar sangat bermanfaat. Manfaat
penggunaan alat peraga bagi anak tuna grahita yaitu untuk menarik minat anak
untuk belajar agar anak tidak cepat bosan karena anak tuna grahita cepat sekali
bosan dalam menerima pelajaran, mencegah verbalisme yaitu anak hanya tahu
kata-kata tanpa mengerti maksudnya anak tuna grahita sering menirukan apa yang
didengar atau dikatakan oleh temannya padahal mereka tidak tahu maksud yang
dikatakan tersebut, dengan alat peraga pengalaman anak akan diberikan secara
baik yaitu dari yang paling kongkret menuju ke hal yang kongkret akhirnya ke
hal-hal yang abstrak, anak akan mendapat pengertian yang mendalam.
1. Asas
Kehidupan Kongkret
Di dalam
penerapan asas ini anak diperlihatkan dengan benda atau dengan situasi yang
sesungguhnya, kemudian dijelaskan pula penggunaan atau kenyataan yang
sesungguhnya dalam kehidupan sehari-hari.
2. Asas
Sosialisasi
Bersosialisasi
penting sekali bagi anak tuna grahita. anak tuna grahita harus belajar
mewujudkan dirinya sendiri dan diharapkan anak merasa bahwa dirinya punya
pribadi yang ada persamaan dan perbedaan dengan pribadi yang lain.
3. Asas Skala
Perkembangan Mental
Mengingat bahwa anak tuna grahita mempunyai keterbelakangan dalam kemampuan
berpikir, akibatnya ada anak yang mempunyai umur kalender lebih banyak, sedang
umur mentalnya dibawah umur kalendernya. Oleh sebab itu dalam pengajaran
diterapkan asas skala perkembangan mental. Asas ini berhubungan dengan
penempatan anak di dalam kelas-kelas
4. Asas
Individual
Maksud asas individual yaitu pemberian bantuan atau bimbingan kepada
seseorang sesuai dengan kemampuannya agar dapat belajar dengan baik. Asas ini
penting sekali bagi anak tuna grahita dikarenakan kemampuannya yang terbatas
sehingga menghambat perkembangan kepribadian. Oleh karena itulah perlu pengajaran individual. Karena selain kemampuan
yang terbatas, anak tuna grahita cenderung terganggu emosinya/ emosi tidak
stabil dimana hal ini merupakan penghambat, maka perlu pengajaran individual
guna mencari sebab dan cara mengurangi gangguan tersebut.
STRUKTUR
KURIKULUM SEKOLAH KHUSUS TUNAGRAHITA.
Struktur ini merupakan
pola dan susunan mata pelajaran yang harus ditempuh oleh peserta didik dalam
kegiatan pembelajaran kedalam muatan kurikulum pada setiap mata pelajaran. Pada
kurikulum ini dituangkan dalam kompetensi yang harus dikuasai pesarta didik
sesuai dengan beban belajar yang tercantum dalam struktur kurikulum. Kompetensi
yang dimaksud terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar yang
dikembangkan berdasarkan standar kompetensi kelulusan yang termuat permen 22,
23 dan panduan pelaksanaan yang termuat dalam permen 24 Tahun 2006.
Struktur Kurikulum SDLB
Tunagrahita Ringan dan Tunagrahita Sedang.
Komponen
|
Kelas dan Alokasi Waktu
|
|
I, II, dan III
|
IV , V dan VI
|
|
A. Mata Pelajaran.
1.
Pendidikan Agama.
.
|
||
2. P K
N.
|
29 –
32
(pendekatan
Tematik ).
|
30
( Pendekatan Tematik)
|
3.
Bahasa Indonesia
|
||
4.
Matematika
|
||
5.
Ilmu Pengetahuan Alam.
|
||
6.
Ilmu Pengetahuan Sosial.
|
||
7.
Seni Budaya dan Ketrampilan.
|
||
8.
Pendidikan Jasmani, Olahraga dan
|
||
Kesehatan.
|
2
|
2
|
B. Muatan Lokal.
|
2
|
2
|
C. Program Khusus.
|
2
|
2
|
D. Pengembangan Diri
|
2
|
|
Jumlah
|
29 - 32
|
34
|
Struktur Kurikulum SMPLB
Tunagrahita Ringan dan Tunagrahita Sedang
Komponen
|
Kelas dan Alokasi Waktu
|
||
VIII
|
VIII
|
IX
|
|
A. Mata Pelajaran
1. Pendidikan Agama
|
10
(pende
Katan
Tematik)
|
10
(pende
Katan
Tematik)
|
10
(pende
Katan
Tematik)
|
2. Pendidikan Kewarganegaraan
|
|||
3. Bahasa Indonesia
|
|||
4. Bahasa Inggris
|
|||
5. Matematika
|
|||
6. Ilmu Pengetahuan Sosial
|
|||
7. Ilmu Pengetahuan Alam
|
|||
8. Seni Budaya
|
|||
9.
Pendidikan Jasmani,
Olah
raga
dan Kesehatan.
|
|||
10.
KetrampilanVokasional/ Teknologi Informasi dan Komunikasi.
|
20
|
20
|
20
|
B. Muatan Lokal
|
2
|
2
|
2
|
C. Program Khusus
|
2
|
2
|
2
|
D. Pengembangan Diri
|
2
|
2
|
2
|
Jumlah
|
36
|
36
|
36
|
Struktur Kurikulum SMALB Tunagrahita Ringan dan Tunagrahita
Sedang.
Komponen
|
Kelas dan Alokasi Waktu
|
||
X
|
XI
|
XII
|
|
A. Mata Pelajaran
1.
Pendidikan Agama
|
10
(pende
Katan
Tematik)
|
10
(pende
Katan
tematik
|
10
(pende
Katan
Tematik)
|
2.
Pendidikan Kewarganegaraan
|
|||
3.
Bahasa Indonesia.
|
|||
4.
Bahasa Inggris
|
|||
5.
Matematika.
|
|||
6.
Ilmu Pengetahuan Sosial.
|
|||
7.
Ilmu Pengetahuan Alam
|
|||
8.
Seni Budaya.
|
|||
9.
Pendidikan Jasmani, Olah raga dan
Kesehatan.
|
|||
10. Ketrampilan
Vokasional/Teknologi
Informasi dan Komunikasi ).
|
24
|
24
|
24
|
B. Muatan Lokal.
|
2
|
2
|
2
|
C. Program Khusus.
|
2
|
2
|
2
|
D. Pengembangan Diri.
|
2
|
2
|
2
|
Jumlah
|
36
|
36
|
36
|
SLB-D
(TUNA DAKSA)
SLB-D
adalah lembaga pendidikan formal yang menyelenggarakan pendidikan khusus bagi
anak tunadaksa. Anak
tunadaksa adalah salah satu jenis anak berkebutuhan khusus yang mengalami
kelainan atau kecacatan pada sistem otot, tulang, dan persendian (cacat fisik).
Sistem
Pendidikan Anak Tunadaksa
Anak
tunadaksa ada yang mengalami kelainan fisik atau tubuhnya saja, dan ada yang
mengalami gangguan fisik disertai dengan berbagai gangguan seperti gangguan
kecerdasan, persepsi, komunikasi. Keragaman tingkat kecacatan tersebut
berdampak pada segi layanan pendidikannya.
Tujuan
pendidikan anak tunadaksa besifat ganda yaitu berkaitan dengan aspek
rehabilitasi yang sasarannya adalah pemulihan fungsi fisik dan berhubungan
dengan tujuan pendidikan.
Connor
(1975) mengemukakan sekurang-kurangnya ada 7 aspek yang perlu dikembangkan pada
diri masing-masing anak tunadaksa melalui pendidikan, yaitu :
·
Pengembangan intelektual dan akademik
·
Membantu perkembangan fisik
·
Meningkatkan perkembangan emosi dan
penerimaan diri anak
·
Mematangkan aspek sosial
·
Mematangkan moral dan spiritual
·
Meningkatkan ekspresi diri
·
Mempersiapkan masa depan anak
Prinsip
dasar program pendidikannya meliputi :
a. Kesuluruhan
anak
b. Kenyataan
c. Program
yang dinamis
d. Kesempatan
yang sama
e. Kerjasama
Prinsip
khusus pendidikan anak tunadaksa terdiri dari prinsip multisensori dan prinsip
individualis. Multisensori berarti banyak indera, maksudnya anak tunadaksa
sedapat mungkin memanfaatkan dan mengembangkan indera-indera yang ada dalam
diri anak. Prinsip individualis berarti kemampuan dari masing-masing individu
menjadi titik tolak dalam memberikan pendidikan pada mereka.
Frances
P. Connor (1975) mengusulkan bentuk-bentuk pendidikan untuk anak tunadaksa
sebagai berikut : kelas biasa (regular), kelas atau sekolah khusus, pengajaran
di rumah, sekolah di rumah sakit.
Gagne
membagi kegiatan belajar mengajar ke dalam 8 fase, yaitu : motivasi, perhatian,
menghimpun, menyimpan, mengungkapkan kembali, generalisasi dan transfer,
perbuatan, balikan dan penguatan.
Struktur
Kurikulum Pendidikan Khusus
Struktur
kurikulum dikembangkan untuk peserta didik berkelainan fisik, emosional,
mental, intelektual dan atau sosial berdasarkan standar kompetensi lulusan,
standar kompetensi mata pelajaran, dan standar kompetensi mata pelajaran.
Kurikulum
pendidikan khusus terdiri atas 8 sampai dengan 10 mata pelajaran, muatan lokal,
program khusus, dan pengembangan diri.
Muatan
lokal merupakan kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang
disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah. Program khusus berisi kegiatan
yang bervariasi sesuai dengan jenis ketunaannya, yaitu program orientasi dan
mobilitas untuk peserta didik tunanetra, bina komunikasi persepsi bunyi dan
irama untuk peserta didik tunarungu, bina diri untuk peserta didik tunagrahita,
bina gerak untuk peserta didik tunadaksa, dan bina pribadi dan sosial untuk
peserta didik tunalaras.
Pengembangan
diri bukan merupakan mata pelajaran yang harus diasuh oleh guru. Pengembangan
diri bertujuan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk mengembangkan
dan mengekspresikan diri sesuai dengan kebutuhan, kemampuan, bakat dan minat
setiap peserta didik sesuai dengan kondisi sekolah. Kegiatannya difasilitasi
dan atau dibimbing oleh konselor, guru, atau tenaga kependidikan yang dapat
dilakukan dalam bentuk kegiatan ekstrakurikuler.
Peserta
didik berkelainan tanpa disertai dengan kemampuan intelektual di bawah
rata-rata, dalam batas-batas tertentu masih dimungkinkan dapat mengikuti
kurikulum standar meskipun harus dengan penyesuian-penyesuaian. Peserta didik
berkelainan yang disertai dengan kemampuan intelektual di bawah rata-rata,
diperlukan kurikulum yang sangat spesifik, sederhana dan bersifat tematik untuk
mendorong kemandirian dalam hidup sehari-hari.
Peserta
didik berkelainan tanpa disertai kemampuan intelektual dibawah rata-rata, yang
berkeinginan untuk melanjutkan sampai ke jenjang pendidikan tinggi, semaksimal
mungkin didorong untuk dapat mengikuti pendidikan secara inklusif pada satuan
pendidikan umum sejak SD. Jika peserta didik mengikuti pendidikan pada satuan
pendidikan SDLB, setelah lulus didorong untuk dapat melanjutkan ke SMP umum.
Bagi mereka yang tidak memungkinkan dan/atau tidak berkeinginan untuk
melanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi, setelah lulus SDLB, dapat melanjutkan
pendidikan kejenjang SMPLB, dan SMALB.
Struktur
kurikulum SDLB tunadaksa terdiri dari 8 mata pelajaran, yaitu: Pendidikan
agama, kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, IPA, IPS, seni budaya dan
keterampilan, pendidikan jasmani, olah raga dan kesehatan. Muatan lokal,
program khusus bina gerak, dan pengembangan diri.
Struktur
kurikulum SMPLB Tunadaksa terdiri dari 10 mata pelajaran, yaitu: Pendidikan
agama, kewarganegaraan, bahasa Indonesia, bahasa Inggris, matematika, IPS, IPA,
seni budaya, Penjas Orkes, keterampilan vokasional/teknologi informasi dan
komunikasi. Muatan lokal, Program khusus bina gerak, dan Pengembangan diri.
Struktur
kurikulum SMALB Tunadaksa terdiri dari 10 mata pelajaran sama dengan SMPLB,
bedanya pada jumlah jam yang lebih banyak.
SLB E (TUNA LARAS)
Tuna
Laras adalah anak yang memiliki masalah dalam mengendalikan control emosi dan perilaku
dengan lingkungannya.“Tuna” adalah kurang sedangkan “Laras” adalah sesuai, maka
dapat digabungkan yaitu kurang sesuai. Anak
tuna laras biasanya sulit beradaptasi dengan lingkungannya karena tidak dapat menempatkan perilaku yang tepat dengan orang, situasi dan lingkungan
yang tepat.
Definisi
menurut beberapa tokoh dan Lembaga yang terkait:
1.
Menurut kurikulum SLBE (1977):
a. Mengalami
hambatan/ gangguan emosi dan tingkah laku.
b. Memiliki
habit untuk melangggar aturan.
c. Melakukan
kejahatan.
d. Cenderung menunjukkan gejala-gejala fisik
seperti takut pada masalah-masalah sekolah.
2.
Public
Law 94-242 (Undang-undang tentang PLB di
Amerika Serikat):
gangguan emosi yang menunjukkan salah
satu atau lebih gejala-gejala dalam satu kurun waktu tertentu dengan tingkat
yang tinggi yang mempengaruhi prestasi belajar.
- Kauffman (1977) :
secara
kronis dan mencolok dalam berinteraksi dengan lingkungannya namun tidak dapat diterima
secara pribadi maupun social. Tidak menyenangkan tetapi masih dapat diajar untuk
bersikap yang secara social dapat diterima dan secara pribadi menyenangkan.
Bagaimana cirri-ciri mereka?
Anak tuna laras
memiliki ciri yang secara umum dapat dikenali atau dirasakan oleh orang lain,
yaitu:
a. Ketidakmampuan belajar dan tidak dapat
dikaitkan dengan factor kecerdasan, penginderaan atau kesehatan
b.
Ketidakmampuan
menjalin hubungan yang menyenangkan teman dan guru
c.
Bertingkah
laku yang tidak pantas pada keadaan
normal
d.
Perasaan
tertekan atau tidak bahagia terus-menerus
Menurut Eli M. Bower seorang anak dapat dikatakan memiliki
gangguan atau kelainan emosi (tuna laras) apabila:
1.
Bertingkah laku atau berperan tidak pada
tempatnya.
2.
Tidak dapat menjalin hubungan baik dengan
teman, guru dan lingkungannya.
3.
Memiliki symptoms fisik seperti merasa kesakitan
dan takut berkaitan dengan masalah di sekolahnnya.
4.
Tidak mempu belajar karena keterbatasan intelektual,
kesehatan maupun sensori.
Program apa saja yang
digunakan dalam sistem pembelajaran mereka?
Ada dua macm prigram
yang diberikan pihak sekolah kepada anak berkubutuhan khusus ini. Yaitu:
1. Sistem
pengajaran
a. Sistem
pembelajaran penyuluhan yang diberikan oleh staf pengajar (Remedial Teaching).
Pada sistem ini guru dianggap mampu embuat suasana kelas dengan baik, mengobati
dan lebih memperhatikan murid.
b. Sistem
pembelajaran Klasikal, dimana staf pengajar berperan penting dalam menyampaikan
informasi kepada muridnya. Staff pengajar atau gurubiasanya dianggap mampu
dalam mengelola kelas dan proses pemelajaran.
2. program
Bimbinganpenyuluhan
a. program bimbinganpenyuluhansuasanahidup beragama di asrama
b. program keterampilan
c. program belajar di sekolah regular
d. program bimbingankesenian
e. programke orang tua
f. program kemasyarakat
g. program bimbingankepramukaan
Program pembelajaran
tersebut telah dipraktikan oleh lembaga atau SLB yang ada. Klasifikasinya
sebagai berikut:
A. Kurikulum SDLB(Sekolah Dasar Luar Biasa):
- Program Umum.
disesuaikan
dengan kurikulum Sekolah Dasar dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan
belajar para siswa yang bersangkutan.
- Program Khusus
disesuaikan
dengan jenis kelainan siswa.
- Program Muatan Lokal
disesuaikan
dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan, yang ditetapkan oleh Kantor Dinas Pendidikan
Departemen Pendidikan Nasional setempat.
B. Kurikulum SLTPLB (SekolahLanjutan
Tingkat PertamaLuarBiasa)
- Program Umum
disesuaikan
dengan kurikulum Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dengan memperhatikan
keterbatasan kemampuan belajar para siswa yang bersangkutan.
- Program Khusus
disesuaikan
dengan jenis kelainan siswa.
- Program Muatan Lokaldisesuaikan dengan keadaan serta kebutuhan lingkungan, yang ditetapkan oleh Kantor Dinas Pendidikan Departemen Pendidikan Nasional setempat.
- Program Pilihanberupa paket-paket keterampilan yang dapat dipilih siswa dan diarahkan pada penguasaan satu jenis keterampilan atau lebih yang dapat menjadi bekal hidup di masyarakat.
C. Kurikulum SMLB meliputi :
- Program Umum
disesuaikan
dengan kurikulum Sekolah Menengah dengan memperhatikan keterbatasan kemampuan
belajar para siswa yang bersangkutan.
2.
Program
Pilihan
berupa paket-paket keterampilan yang dapat dipilih siswa dan
diarahkan pada penguasaan satu jenis keterampilan atau lebih yang dapat menjadi
bekal hidup di masyarakat.
Apa alat bantunya?
Ala bantu yang
digunakan dalam sistem pembelajaran masih berfokus pada kecakapan guru dalam
membimbing murid. Namun dalam
pelaksanaan penyelenggaraannyaada macam-macam bentuk pendidikan sebagai
berikut:
- Penyelenggaraan bimbingan dan
penyuluhan di sekolah reguler. Apabila salah seorang murid menunjukan gejala kenakalan ringan,pembimbing
lekas membantu meredakan mereka. Mereka yang masih dianggap memungkinkn
beljr bersama-sama teman kelasnys, hanya mereka mendapat perhatian dan
layanan khusus.
- Kelas khusus apabila anak
tunalaras perlu belajar terpisah dari teman pada satu kelas. Kemudian
gejala-gejala kelainan baik emosinya maupun kelainan tingkah lakunya
dipelajari. Diagnosa itu diperlukan sebagai dasar penyembuhan. Kelas
khusus itu ada pada tiap sekolah dan masih merupakan bagian dari sekolah
yang bersangkutan. Kelas khusus itu dipegang oleh seorang pendidik yang
berlatar belakang PLB dan atau Bimbingan dan Penyuluhan atau oleh seorang
guru yang cakap membimbing anak.
- Sekolah Luar Biasa bagian
Tunalaras tanpa asrama Bagi Anak Tunalaras yang perlu dipisah belajarnya
dengan kata kawan yang lain karena kenakalannya cukup berat atau merugikan
kawan sebayanya.
- Sekolah dengan asrama. Bagi
mereka yang kenakalannya berat, sehingga harus terpisah dengan kawan
maupun dengan orangtuanya, maka mereka dikirim ke asrama. Hal ini juga
dimaksudkan agar anak secara kontinyu dapat terus dibimbing dan dibina.
Adanya asrama adalah untuk keperluan penyuluhan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar